|
R.M. Panji Sosrokartono |
Selama ini kita hanya mengenal
R.A. Kartini sebagai pemikir ulung yang membuka gerbang kesetaraan wanita di
dunia kaum lelaki. Rupanya pahlawan yang 'harum namanya' ini memiliki seorang
kakak yang jenius, seorang wartawan yang poliglot dan berkarir cemerlang di
tanah Eropa.
Mungkin, tanpa peran sang kakak, Sosrokartono, boleh jadi nama R.A. Kartini
tidak akan pernah 'harum' dan menjadi pahlawan emansipasi wanita di Indonesia.
Lahir di Mayong dengan nama Raden
Mas Panji Sosrokartono pada hari Rabu Pahing tanggal 10 April 1877 M. Beliau
adalah putera R.M. Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara.
Sejak kecil Sosrokartono sudah mempunyai keistimewaan, beliau cerdas dan
mempunyai kemampuan membaca masa depan. Kakak dari ibu kita Kartini ini,
setelah tamat dari Eropesche Lagere School di Jepara, melanjutkan pendidikannya
ke H.B.S. di Semarang. Pada tahun 1898 Sosrokartono lalu meneruskan sekolahnya
ke negeri Belanda.
Sosro awalnya masuk di sekolah Teknik Tinggi di Leiden. Tetapi merasa tidak
cocok, sehingga pindah ke Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur. Beliau
merupakan mahasiswa Indonesia pertama yang meneruskan pendidikan ke negeri
Belanda, yang pada urutannya disusul oleh putera-putera Indonesia lainnya.
Dengan menggenggam gelar Docterandus in de Oostersche Talen dari Perguruan
Tinggi Leiden, Sosro akhirnya melanglang buana ke seluruh Eropa, menjelajahi
pelbagai pekerjaan.
Karir Eropa dimulai
Pada tahun 1917, koran Amerika
The New York Herald Tribune, di Kota Wina, ibu kota Austria, membuka lowongan
kerja untuk posisi wartawan perang untuk meliput Perang Dunia I. Salah satu tes
adalah menyingkat-padatkan sebuah berita dalam bahasa Perancis yang panjangnya
satu kolom menjadi berita yang terdiri atas kurang lebih 30 kata, dan harus
ditulis dalam 4 bahasa yaitu Inggris, Spanyol, Rusia dan Perancis sendiri.
Drs Raden Mas Panji Sosrokartono, putra Bumiputra yang ikut melamar, berhasil
memeras berita itu menjadi 27 kata, sedangkan para pelamar lainnya rata-rata
lebih dari 30 kata. Persyaratan lainnya juga bisa dipenuhi oleh RMP
Sosrokartono sehingga akhirnya ia terpilih sebagai wartawan perang surat kabar
bergengsi Amerika, The New York Herald Tribune.
Supaya pekerjaannya lancar, dia juga diberi pangkat Mayor oleh Panglima Perang
Amerika Serikat. RMP Sosrokartono seorang poliglot, ahli banyak bahasa. Ia
menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa suku di tanah Nusantara. Sebelum ia
menjadi wartawan the New York Herald Tribune, ia bekerja sebagai penerjemah di
Wina. Di Wina ia terkenal dengan julukan si jenius dari Timur.
Dia juga bekerja sebagai wartawan beberapa surat kabar dan majalah di Eropa. Di
dalam buku 'Memoir' Drs Muhammad Hatta diceritakan kalau RMP Sosrokartono
mendapat gaji 1250 Dollar dari surat kabar Amerika. Dengan gaji sebesar itu ia
dapat hidup mewah di Eropa.
Sosro juga kerap mengirimi buku dan buletin kepada adiknya Kartini. Buku
kiriman Sosro ini lah yang kelak menjadi pencerahan bagi Kartini untuk
mendobrak tradisi dan melahirkan emansipasi wanita di Nusantara.
Sebelum Perang Dunia I berakhir, pada bulan November 1918, RMP Sosrokartono
terpilih oleh blok Sekutu menjadi penerjemah tunggal, karena ia satu-satunya
pelamar yang memenuhi syarat-syarat mereka yaitu ahli bahasa dan budaya di
Eropa dan juga bukan bangsa Eropa.
Artikel yang menggemparkan
dunia
Dalam 'Memoir' tulisan Drs
Muhammad Hatta ditulis kalau RMP Sosrokartono juga menguasai bahasa Basque,
menjadi penerjemah pasukan Sekutu kala melewati daerah suku Basque. Suku Basque
adalah salah satu suku yang hidup di Spanyol. Ketika Perang Dunia I menjelang
akhir, diadakan perundingan perdamaian rahasia antara pihak yang bertikai.
Pihak-pihak yang berunding naik kereta api yang kemudian berhenti di hutan
Compaigne di Perancis Selatan. Di dalam kereta api, pihak yang bertikai
melakukan perundingan perdamaian rahasia. Di sekitar tempat perundingan telah
dijaga ketat oleh tentara dan tidak sembarangan orang apalagi wartawan boleh
mendekati tempat perundingan dalam radius 1 km. Semua hasil perundingan perdamaian
rahasia tidak boleh disiarkan, dikenakan embargo sampai perundingan yang resmi
berlangsung.
Dalam Sejarah Dunia, Perundingan
Perdamaian Perang Dunia ke I yang resmi berlangsung di kota Versailles, di
Perancis. Ketika banyak wartawan yang mencium adanya 'perundingan perdamaian
rahasia' masih sibuk mencari informasi, koran Amerika The New York Herald
Tribune ternyata telah berhasil memuat hasil perundingan rahasia tersebut.
Penulisnya 'anonim', hanya menggunakan kode pengenal 'Bintang Tiga'. Kode tersebut
di kalangan wartawan Perang Dunia ke I dikenal sebagai kode dari wartawan
perang RMP Sosrokartono. Konon tulisan itu menggemparkan Amerika dan juga
Eropa.
Tahun 1919 didirikan Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) atas prakarsa
Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson. Dari tahun 1919 sampai 1921, RMP
Sosrokartono, anak Bumiputra, mampu menjabat sebagai Kepala penerjemah untuk
semua bahasa yang digunakan di Liga Bangsa-Bangsa.
Bahkan dia berhasil mengalahkan poliglot-poliglot dari Eropa dan Amerika sehingga
meraih jabatan tersebut. Liga Bangsa-Bangsa kemudian berubah nama menjadi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Organization) pada tahun 1921.
Menyembuhkan penyakit dengan
mukjizat
Tahun 1919 RMP Sosrokartono juga
diangkat menjadi Atase Kebudayaan di Kedutaan Besar Perancis di Belanda. Sampai
suatu ketika terdengar berita tentang sakitnya seorang anak berumur lebih
kurang 12 tahun. Anak itu adalah anak dari kenalannya yang menderita sakit
keras, yang tak kunjung sembuh meki sudah diobati oleh beberapa dokter.
Dengan dorongan hati yang penuh dengan cinta kasih dan hasrat yang besar untuk
meringankan penderitaan orang lain, saat itu juga beliau menjenguk anak
kenalannya yang sakit parah itu. Sesampainya di sana, beliau langsung
meletakkan tangannya di atas dahi anak itu dan terjadilah sebuah keajaiban.
Tiba-tiba si bocah yang sakit itu mulai membaik dengan hitungan detik, dan hari
itu juga ia pun sembuh.
Kejadian itu membuat orang-orang yang tengah hadir di sana terheran-heran,
termasuk juga dokter-dokter yang telah gagal menyembuhkan penyakit anak itu.
Setelah itu, ada seorang ahli Psychiatrie dan Hypnose yang menjelaskan bahwa
sebenarnya Drs. R.M.P. Sosrokartono mempunyai daya pesoonalijke magneetisme
yang besar sekali yang tak disadari olehnya.
Mendengar penjelasan tersebut, akhirnya beliau merenungkan dirinya dan
memutuskan menghentikan pekerjaannya di Jenewa dan pergi ke Paris untuk belajar
Psychometrie dan Psychotecniek di sebuah perguruan tinggi di kota itu. Akan
tetapi, karena beliau adalah lulusan Bahasa dan Sastra, maka di sana beliau
hanya diterima sebagai toehoorder saja, sebab di Perguruan Tinggi tersebut
secara khusus hanya disediakan untuk mahasiswa-mahasiswa lulusan medisch
dokter.
Pulang ke tanah air
Beliau kecewa, karena di sana
beliau hanya dapat mengikuti mata kuliah yang sangat terbatas, tidak sesuai
dengan harapan beliau. Di sela-sela hati yang digendam kecewa, datanglah ilham
untuk kembali saja ke Tanah Air-nya.
RMP Sosrokartono akhirnya pulang ke tanah air tahun 1925 dan menetap di
Bandung. Ia ingin mendirikan sekolah sebagaimana dicita-citakan mendiang
adiknya, Kartini. Ia juga ingin mendirikan perpustakaan.
Untuk menghimpun modal, pada
mulanya ia melamar menjadi koresponden The New York Herald untuk Hindia
Belanda, tapi koran itu sudah berganti pemilik dan merger dengan koran lain.
Namun, dalam suratnya kepada Nyonya Abendanon, Sosrokartono menyatakan
kekecewaannya. Sesampai di Jawa, ia telah dicap sebagai komunis oleh pemerintah
jajahan. "Itu merupakan bentuk fitnah yang sangat keji yang saya rasakan,
namun tidak berdaya terhadapnya," tulisnya.
"Tapi kepada Anda, Nyonya yang mulia, saya bersumpah atas kubur ayah saya
dan Kartini, bahwa saya sama sekali tak pernah menganut paham komunis, dulu
tidak, sekarang pun tidak. Tidak ada yang lebih saya inginkan daripada bekerja
untuk pendidikan mental sesama bangsa saya, dalam artian yang telah dimaksudkan
oleh Kartini," ucap Sosrokartono.
|
Makam Sosorokartono di Desa Kaliputu, Kudus |
Kartono kemudian menggalang dukungan dari kelompok pergerakan di Indonesia. Ia
menemui Ki Hajar Dewantara. Bapak pendidikan itu lalu mempersilakan Kartono
membangun perpustakaan di gedung Taman Siswa Bandung. Ia pun diangkat menjadi
kepala Sekolah Menengah Nasional di kota ini.
Pada saat yang bersamaan, ia menyaksikan orang-orang kelaparan dan diserang
berbagai macam penyakit. Kartono pun kemudian menjalankan laku puasa
bertahun-tahun untuk merasakan apa yang juga diderita saudara-saudaranya. Ia
juga menjadikan Darussalam sebagai rumah pengobatan.
Separuh badan Sosrokartono lumpuh sejak 1942. Kartono mangkat pada 1952, tanpa
meninggalkan istri dan anak. Ia dimakamkan di Sido Mukti, Desa Kaliputu, Kudus,
Jawa Tengah.
Kata-kata insprasi dari Sosrokartono (terdapat pada
nisan)
- Sugih
tanpa banda, digdaya tanpa aji. (Kaya tanpa Harta / Kaya Hati ; Sakti tanpa
Ilmu)
- Trimah
mawi pasrah (rela menyerah terhadap keadaan yang telah terjadi)
- Suwung
pamrih tebih ajrih (jika tak berniat jahat, tidak perlu takut)
- Langgeng
tan ana susah tan ana bungah (tetap tenang, tidak kenal duka maupun suka)
- Anteng
manteng sugeng jeneng (diam sungguh-sungguh, maka akan selamat sentosa).