TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA. KOMENTAR ANDA MERUPAKAN KEHORMATAN BAGI KAMI.
Komentar, masukan, ide, dan gagasan Anda sangat kami butuhkan di sini. Demi majunya kegiatan belajar mengajar SD kami. Utamanya untuk meningkatkan prestasi belajar para peserta didik kami. Salam untuk orang-orang yang dekat di hati Anda. Mari bersama kita tingkatkan mutu pendidikan di Indonesia!

Jumat, 23 Desember 2011

BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) : Anak Terlindung dari Penyakit Campak, Difteri dan Tetanus

Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi anak-anak usia sekolah dasar terhadap penyakit campak, difteri dan tetanus.

Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan bagi masyarakat melalui pembangunan kesehatan dengan perencanaan terpadu. Pembangunan kesehatan di Indonesia memiliki beban ganda (double burden), dimana penyakit menular masih masalah karena tidak mengenal batas wilayah administrasi sehingga tidaklah mudah untuk memberantasnya. Dengan tersedianya vaksin mampu mencegah penyakit menular sebagai salah satu tindakan pencegahan yang efektif dan efisien.

Pemberian vaksin melalui program imunisasi merupakan salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat. Program imunisasi mengacu kepada konsep Paradigma Sehat, dimana prioritas utama dalam pembangunan kesehatan yaitu upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan bahwa program imunisasi sebagai salah satu upaya pemberantasan penyakit menular. Upaya imunisasi telah diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan yang terbukti paling cost effective. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi dikembangkan menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), yaitu tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus dan hepatitis B.

Beberapa bulan yang lalu pada beberapa daerah di Indonesia terserang kembali wabah penyakit difteri dan campak. Seperti kasus peningkatan kasus infeksi difteri di Jawa Timur berdasarkan laporan sampai dengan tanggal 8 Desember 2011 terjadi 560 kasus klinis difteri dengan 13 kematian. Kasus difteri ini sudah menyebar ke beberapa daerah lain di Indonesia. Penyakit-penyakit yang kembali mewabah ini (emerging diseases) merupakan penyakit yang angka kejadiannya memiliki kecenderungan untuk meningkat dalam waktu dekat dan area geografis penyebarannya meluas. Selain itu, termasuk juga penyakit yang mencuat kembali (reemerging diseases), yaitu penyakit meningkat kembali setelah sebelumnya mengalami penurunan angka kejadian yang signifikan.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sejak tahun 1984 telah mulai melaksanakan program imunisasi pada anak sekolah. Program ini kemudian dikenal dengan istilah Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang diresmikan pada 14 November 1987 melalui Surat Keputusan bersama dari Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri.

Mengapa pemerintah menyelenggarakan BIAS?

Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk melindungi terhadap penyakit PD3I (Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) sampai usia anak sekolah. Hal ini disebabkan karena sejak anak mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi penurunan terhadap tingkat kekebalan yang diperoleh saat imunisasi ketika bayi. Oleh sebab itu, pemerintah menyelenggarakan imunisasi ulangan pada anak usia sekolah dasar atau sederajat (MI/SDLB) yang pelaksanaannya serentak di Indonesia dengan nama Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).

Penyelenggaraan BIAS ini berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1059/Menkes/SK/IX/2004 dan mengacu pada himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun). BIAS adalah salah satu bentuk kegiatan operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran seluruh anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) atau sederajat (MI/SDLB) kelas 1, 2, dan 3 di seluruh Indonesia.

Imunisasi lanjutan sendiri adalah imunisasi ulangan yang ditujukan untuk mempertahankan tingkat kekebalan diatas ambang perlindungan atau memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi yang diberikan berupa vaksin Difteri Tetanus (DT) dan Vaksin Campak untuk anak kelas 1 SD atau sederajat (MI/SDLB) serta vaksin Tetanus Toksoid (TT) pada anak kelas 2 atau 3 SD atau sederajat (MI/SDLB). Pada tahun 2011, secara nasional imunisasi vaksin TT untuk kelas 2 dan kelas 3 SD atau sederajat (MI/SDLB) ditambah dengan Antigen difteri (vaksin Td). Pemberian imunisasi ini sebagai booster untuk mengantisipasi terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri. Perubahan pemberian imunisasi dari vaksin TT ditambah dengan vaksin Td ini sejalan dengan rekomendasi dari Komite Ahli Penasehat Imunisasi Nasional atau Indonesia Technical Advisory Group on Immunization. Hal ini disebabkan adanya perubahan trend kasus infeksi difteri pada usia anak sekolah dan remaja.

Pemberian imunisasi bagi para anak usia SD atau sederajat (MI/SDLB) ini merupakan komitmen pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Selain itu, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1059/MENKES/SK/IX/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi bahwa imunisasi sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh, dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan.

Penyakit difteri

Difteri adalah salah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diptheriae. Penyakit ini diperkenalkan pertama kali oleh Hipokrates pada abad ke 5 SM dan epidemi pertama dikenal pada abad ke-6 oleh Aetius. Bakteri tersebut pertama kali diisolasi dari pseudomembran pasien penderita difteria pada tahun 1883 oleh Klebs, sedangkan anti-toksin ditemukan pertama kali dibuat pada akhir abad ke-19 sedangkan toksoid difteria mulai dibuat sekitar tahun 1920. Cara penularan terjadi apabila terdapat kontak langsung dengan penderita difteri atau dengan pasien carrier difteri. Kontak langsung melalui percikan ludah (saat batuk, bersin dan berbicara), eksudat dari kulit yang terinfeksi atau kontak tidak langsung melalui debu, baju, buku maupun mainan yang terkontaminasi.

Gambaran klinis, masa inkubasi difteri umumnya 2-5 hari pada difteri kulit masa inkubasi adalah 7 hari setelah infeksi primer pada kulit. Pasien akan mengalami gejala seperti demam dan terkadang menggigil, kerongkongan sakit dan suara parau, perasaan tidak enak, mual, muntah, sakit kepala, hidung berlendir kadang-kadang bercampur darah, serta dapat teraba adanya benjolan dan bengkak pada daerah leher (bullneck).

Vaksin difteri

Anti-toksin difteria pertama kali digunakan pada tahun 1891 dan mulai dibuat secara massal tahun 1892. Anti-toksin difteria ini terutama digunakan sebagai pengobatan dan efektifitasnya sebagai pencegahan diragukan. Pemberian anti-toksin dini sangat mempengaruhi angka kematian akibat difteria. Kemudian dikembangkanlah toksoid difteria yang ternyata efektif dalam pencegahan timbulnya difteria. Untuk imunisasi primer terhadap difteria digunakan toksoid difteria yang kemudian digabung dengan toksoid tetanus dan vaksin pertusis dalam bentuk vaksin DTP. Untuk imunisasi rutin anak dianjurkan pemberian 5 dosis pada usia 2, 4, 6, 15-18 bulan dan saat masuk sekolah. Beberapa penelitian serologis membuktikan adanya penurunan kekebalan sesudah kurun waktu tertentu dan perlunya penguatan (booster) pada masa anak.

Penyakit Tetanus

Tetanus (lockjaw/kejang otot pada rahang dan wajah) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh tetanospasmin sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh bakteri Clostridium tetani. Penyakit ini sudah mulai dikenal sejak abad ke-5 SM tetapi baru pada tahun 1884 dibuktikan secara eksperimental melalui penyuntikan pus pasien tetanus pada seekor kucing oleh Carle dan Rattone.

Clostridium tetani adalah bakteri yang sensitif terhadap suhu panas dan tidak bisa hidup dalam lingkungan beroksigen. Sebaliknya, spora tetanus sangat tahan panas dan kebal terhadap beberapa antiseptik. Bakteri ini banyak terdapat pada kotoran, debu jalan, usus dan tinja kuda, domba, anjing serta kucing.

Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka sehingga mampu menginfeksi sistem urat saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Gejala utama penyakit ini timbul kontraksi dan spastisitas otot yang tidak terkontrol, kejang, gangguan saraf otonom, dan rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak). Perawatan luka merupakan pencegahan utama terjadinya tetanus di samping imunisasi pasif dan aktif.

Vaksin Tetanus

Pembuktian bahwa toksin tetanus dapat dinetralkan oleh suatu zat dilakukan oleh Kitasatol (1889) dan Nocard (1897) yang menunjukkan efek dari transfer pasif suatu anti-toksin yang kemudian diikuti oleh imunisasi pasif selama perang dunia I. Toksoid tetanus kemudian ditemukan oleh Descombey pada tahun 1924 dan efektifitas imunisasi aktif didemonstrasikan pada perang dunia II. Toksoid tetanus yang dibutuhkan untuk imunisasi adalah sebesar 40 IU dalam setiap dosis tunggal dan 60 IU bersama dengan toksoid difteria dan vaksin pertusis. Pemberian toksoid tetanus memerlukan pemberian berkesinambungan untuk menimbulkan dan mempertahankan imunitas. Tidak diperlukan pengulangan dosis bila jadwal pemberian ternyata terlambat. Efektifitas vaksin ini cukup baik, ibu yang mendapatkan toksoid tetanus 2 atau 3 dosis memberikan proteksi bagi bayi baru lahir terhadap tetanus neonatal.

Vaksin DT (Difteri Tetanus) dan Td (Tetanus difteri)

Vaksin DT diberikan kepada anak kelas satu SD atau sederajat (MI/SDLB) dan vaksin Td diberikan pada anak kelas dua dan tiga SD atau sederajat (MI/SDLB). Pemberian imunisasi ini akan melengkapi status TT 5 (TT lima dosis) yang dapat melindungi dirinya selama 25 tahun terhadap infeksi tetanus. Apabila kelak seorang anak perempuan hamil maka bayi yang akan dilahirkan akan terlindungi dari infeksi tetanus neonatorum (tetanus pada bayi baru lahir) .

Penyakit Campak

Penyakit Campak (measles) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus paramiksovirus Gejala dari penyakit ini ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini penularan infeksi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada.

Vaksin campak

Vaksin Campak diberikan pada anak kelas satu SD atau sederajat (MI/SDLB), pemberian vaksin ini merupakan imunisasi ulang atau booster untuk meningkatkan kekebalan tubuh sehingga dapat memutuskan mata rantai penularan terhadap penyakit campak.

Pelaksanaan BIAS

Setiap tahun BIAS dilaksanakan pada bulan Agustus untuk Campak dan pada bulan November untuk DT (kelas I) dan Td (kelas II dan III). Pelayanan imunisasi di sekolah dikoordinir oleh tim pembina UKS. Peran guru menjadi sangat strategis dalam memotivasi murid dan orangtuanya. Ketidak hadiran murid pada saat pelayanan imunisasi akan merugikan murid itu sendiri dan lingkungannya karena peluang untuk memperoleh kekebalan melalui imunisasi tidak dimanfaatkan.

Pemberian imunisasi pada anak sekolah bertujuan sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif, meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Pelaksanaan BIAS merupakan keterpaduan lintas program dan lintas sektor terkait sebagai salah satu upaya mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Diselenggarakan melalui wadah yang sudah ada yaitu Tim Pembina Usaha Kesehatan Sekolah (TP UKS), dimana imunisasi merupakan salah satu komponen kegiatan UKS.

Upaya imunisasi perlu terus ditingkatkan untuk mencapai tingkat population immunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi sehingga dapat memutuskan rantai penularan PD3I. Dengan berbagai kemajuan pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya imunisasi menjadi semakin efektif dan efisien dengan harapan dapat memberikan langkah nyata bagi kesejahteraan anak, ibu, serta masyarakat secara umum.

Artikel ini ditulis oleh :
Dr. Julitasari Sundoro, dr., MScPH
Sumber Artikel : http://www.bumn.go.id/biofarma/kontribusi/bias-bulan-imunisasi-anak-sekolah-anak-terlindung-dari-penyakit-campak-difteri-dan-tetanus/


BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) UPT Puskesmas Ngembal Kulon

Menjelang UAS Tahun pelajaran 2011/2012 kemarin, SD 3 Megawon kedatangan tamu khusus dari UPT Puskesmas Ngembal Kulon. Tamu itu adalah Bapak Suhaji dan Ibu Istiqomah. Mereka berdua adalah petugas medis puskesmas yang akan memberikan suntikan imunisasi kepada anak-anak SD 3 Megawon kelas I, II, dan III. Pada mulanya anak-anak agak takut begitu melihat jarum suntik, bahkan ada anak yang menangis histeris begitu mendengar kata "cutat..cutaaat". Namun berkat rayuan dan bujukan dari para ibu guru dan petugas puskesmas, anak-anak pun akhirnya mau disuntik imunisasi.
Menurut bapak Suhaji sasaran imunisasi vaksin ini adalah anak-anak Sekolah Dasar kelas 1 hingga III. Untuk kelas I adalah imunisasi campak, kelas II adalah imunisasi DT (Dipteria), sedangkan kelas III adalah TT (Tetanus). Pelaksanaan bulan BIAS ini dilakukan setiap satu tahun sekali setiap bulan November. Pemberian imunisasi ini dilakukan oleh para petugas dari Puskesmas setempat. Walaupun di Kecamatan Jati tidak terjadi kasus yang menyangkut virus campak, DPT atau TT namun pemberian ini akan terus dilakukan setiap tahun sekali. Kita harapkan jika anak usia SD kita beri vaksin maka, dia akan bertahan terhadap virus tersebut selama 15-25 tahun tergantung jenis vaksinnya, katanya.
Sedangkan menurut Bidan Istiqomah, bahwa pemberian imunisasi ini merupakan booster (ulangan) terhadap kekebalan yang pernah didapat pada saat bayi, di mana saat usia anak sekolah kekebalan sudah mulai turun. Pemberian vaksin ini juga harus kita awasi agar tidak terjadi masalah akibat pemberian vaksin tersebut.



Rabu, 07 September 2011

Halal Bi Halal Bupati Kudus

Hari Rabu, 7 September 2011 dilaksanakan Halal Bi Halal dengan Bupati Kudus Bapak Mustofa Wardoyo beserta jajarannya di Pendopo Kabupaten Kudus. Dalam acara itu dihadiri oleh seluruh guru SD, SLTP dan SLTA se-Kabupaten Kudus. Meski berdesak-desakan tetapi acara Halal Bi Halal pada hari itu dapat berjalan lancar.




Selasa, 30 Agustus 2011

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H

Kepada rekan-rekan guru, anak-anak mulai kelas 1 sampai kelas 6 dan kepada para pembaca Blog Resmi SDN 3 Megawon. Kami mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1432 Hijriyah Minal Aidzin Wal Faidzin Mohon Maaf Lahir dan Batin Taqobbalallahu Minna Wa Minkum Taqobbal Ya Karim.

Senin, 29 Agustus 2011

Penjelasan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Soal penetapan Idul Fitri besok

Terkait Adanya pertanyaan di kalangan beberapa orang anggota masyarakat tentang lebaran besok Selasa di mana puasanya dengan demikian hanya 29 hari, apakah itu sah? Jawabannya adalah bahwa Nabi saw dalam beberapa hadisnya menyatakan bahwa umur bulan itu 29 hari atau terkadang 30 hari. Jadi orang yang berpuasa 29 hari dan berlebaran besok adalah sah karena sudah berpuasa selama satu bulan. Secara astronomis, pada hari ini, Senin 29 Agustus 2011, Bulan di langit telah berkonjungsi (ijtimak), yaitu telah mengitari bumi satu putaran penuh, pada pukul 10:05 tadi pagi. Dengan demikian bulan Ramadan telah berusia satu bulan. Dalam hadis-hadis Nabi saw, antara lain bersumber dari Abu Hurairah dan Aisyah, dinyatakan bahwa Nabi saw lebih banyak puasa Ramadan 29 hari daripada puasa 30 hari. Menurut penyelidikan Ibnu Hajar, dari 9 kali Ramadan yang dialami Nabi saw, hanya dua kali saja beliau puasa Ramadan 30 hari. Selebihnya, yakni tujuh kali, beliau puasa Ramadan 29 hari.

Mengenai dasar penetapan Idulfitri jatuh Selasa 30 Agustus 2011 adalah hisab hakiki wujudul hilal dengan kriteria (1) Bulan di langit untuk bulan Ramadan telah genap memutari Bumi satu putaran pada jam 10:05 Senin hari ini, (2) genapnya satu putaran itu tercapai sebelum Matahari hari ini terbenam, dan (3) saat Matahari hari ini nanti sore terbenam, Bulan positif di atas ufuk. Jadi dengan demikian, kriteria memasuki bulan baru telah terpenuhi. Kriteria ini tidak berdasarkan konsep penampakan. Kriteria ini adalah kriteria memasuki bulan baru tanpa dikaitkan dengan terlihatnya hilal, melainkan berdasarkan hisab terhadap posisi geometris benda langit tertentu. Kriteria ini menetapkan masuknya bulan baru dengan terpenuhinya parameter astronomis tertentu, yaitu tiga parameter yang disebutkan tadi.

Mengapa menggunakan hisab, alasannya adalah:
  1. Hisab lebih memberikan kepastian dan bisa menghitung tanggal jauh hari ke depan,
  2. Hisab mempunyai peluang dapat menyatukan penanggalan, yang tidak mungkin dilakukan dengan rukyat. Dalam Konferensi Pakar II yang diselenggarakan oleh ISESCO tahun 2008 telah ditegaskan bahwa mustahil menyatukan sistem penanggalan umat Islam kecuali dengan menggunakan hisab.
Di pihak lain, rukyat mempunyai beberapa problem:
  1. Tidak dapat memastikan tanggal ke depan karena tanggal baru bisa diketahui melalui rukyat pada h-1 (sehari sebelum bulan baru),
  2. Rukyat tidak dapat menyatukan tanggal termasuk menyatukan hari puasa Arafah, dan justeru sebaliknya rukyat mengharuskan tanggal di muka bumi ini berbeda karena garis kurve rukyat di atas muka bumi akan selalu membelah muka bumi antara yang dapat merukyat dan yang tidak dapat merukyat,
  3. Faktor yang mempengaruhi rukyat terlalu banyak, yaitu (1) faktor geometris (posisi Bulan, Matahari dan Bumi), (2) faktor atmosferik, yaitu keadaan cuaca dan atmosfir, (3) faktor fisiologis, yaitu kemampuan mata manusia untuk menangkap pantulan sinar dari permukaan bulan, (4) faktor psikologis, yaitu keinginan kuat untuk dapat melihat hilal sering mendorong terjadinya halusinasi sehingga sering terjadi klaim bahwa hilal telah terlihat padahal menurut kriteria ilmiah, bahkan dengan teropong canggih, hilal masih mustahil terlihat.
Memang perlu dilakukan upaya untuk menyatukan sistem penanggalan umat Islam agar tidak lagi terjadi perbedaan-perbedaan yang memilukan ini. Untuk itu kita harus berani beralih dari rukyat (termasuk rukyat yang dihisab) kepada hisab. Di zaman Nabi saw rukyat memang tidak menimbulkan masalah karena umat Islam hanya menghuni Jazirah Arab saja dan belum ada orang Islam di luar jazirah Arab tersebut. Sehingga bila bulan terlihat atau tidak terlihat di jazirah Arab itu, tidak ada masalah dengan umat Islam di daerah lain lantaran di daerah itu belum ada umat Islam. Berbeda halnya dengan zaman sekarang, di mana umat Islam telah menghuni seluruh penjuru bumi yang bulat ini. Apabila di suatu tempat hilal terlihat, maka mungkin sekali tidak terlihat di daerah lain. Karena tampakan hilal di atas muka bumi terbatas dan tidak meliputi seluruh muka bumi. Rukyat akan menimbulkan problem bila terjadi pada bulan Zulhijah tahun tertentu. Di Mekah terlihat, di Indonesia tidak terlihat, sehingga timbul masalah puasa Arafah.

Jadi oleh karena itu penyatuan itu perlu, dan penyatuan itu harus bersifat lintas negara karena adanya problem puasa Arafah. Artinya siapapun yang mencoba mengusulkan suatu sistem kalender pemersatu, maka kalender itu harus mampu menyatukan jatuhnya hari Arafah antara Mekah dan kawasan lain dunia agar puasa Arafah dapat dijatuhkan pada hari yang sama. Ini adalah tantangan para astronom Indonesia. Kita menyayangkan belum banyak yang mencoba memberikan perhatian terhadap penyatuan secara lintas negara ini. Perdebatan yang terjadi baru hanya soal kriteria awal bulan, yang itu hanya sebagian kecil saja dari keseluruhan masalah penyatuan kalender.

Sementara kita masih belum mampu menyatuakan penanggalan hijriah, maka bilamana terjadi perbedaan kita hendaknya mempunyai toleransi yang besar satu terhadap yang lain dan saling menghormati. Sembari kita terus berusaha mengupayakan penyatuan itu.

Adopted from : http://www.muhammadiyah.or.id/

Teori Belajar Van Hiele (Teorema Van Hiele)

Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele (hidup di tahun 1954), yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental peserta didik dalam geometri. Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri. Hasil penelitiannya itu, yang dirumuskan dalam disertasinya, diperoleh dari kegiatan tanya jawab dan pengamatan.

Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran yang diterapkan, jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir peserta didik kepada tingkatan berfikir yang lebih tinggi.

Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar peserta didik dalam belajar geometri, yaitu: tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap akurasi. Tahapan tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

  1. Tahap Pengenalan (Visualisasi) Dalam tahap ini peserta didik mulai belajar mengenai suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dan bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada seorang peserta didik diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus tersebut. Ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan bujursangkar, bahwa sisinya ada 6 buah, rusuknya ada 12 dan lain-lain.
  2. Tahap Analisis Pada tahap ini peserta didik sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu. Misalnya ketika ia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat dua pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. Dalam tahap ini peserta didik belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. Misalnya, peserta didik belum mengetahui bahwa bujursangkar adalah persegi, bahwa bujursangkar adalah belah ketupat dan sebagainya.
  3. Tahap Pengurutan (Deduksi Informal) Pada tahap ini peserta didik sudah mampu melakspeserta didikan penarikan kesimpulan yang kita kenal dengan sebutan berpikiur deduktif. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui adalah peserta didik pada tahap ini sudah mulai mampu mengurutkan. Misalnya, ia sudah mengenali bahwa bujur sangkar adalah jajar genjang, bahwa belah ketupat adalah laying-layang. Demikian pula pada pengenalan benda-benda ruang, peserta didik-peserta didik memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk bujursangkar. Pola pikir peserta didik pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama panjang. Peserta didik mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga yang kongruen.
  4. Tahap Deduksi Dalam tahap ini peserta didik sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsure-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsure-unsur yang didefinisikan. Misalnya, peserta didik sudah mulai memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini peserta didik sudah mulai mampu menggunakan aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian. Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti postulat sudut-sudut-sudut, sisi-sisi-sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara-cara pembuktian dua segitiga yang sama dan sebangun (kongruen).
  5. Tahap Akurasi Dalam tahap ini peserta didik sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dan prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, rumit dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika beberapa peserta didik, meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berfikir ini.

Minggu, 21 Agustus 2011

Pembelajaran Menemukan Rumus Luas Bangun Datar

Pembelajaran langkah-langkah menemukan rumus Luas Bangun Datar untuk siswa kelas 4, 5 dan 6. Semoga bermanfaat.


Pembelajaran Bilangan Romawi

Pembelajaran Bilangan Romawi untuk Kelas IV tentang aturan penulisan Bilangan Romawi. Semoga bermanfaat.


Sabtu, 20 Agustus 2011

Pembelajaran Akar Pangkat Tiga

Materi pembelajaran untuk siswa Kelas 6 Mata Pelajaran Matematika tentang Akar Pangkat Tiga.

Workshop Pendampingan dan Penyusunan EDS/M Tahun 2011

Antara bulan Juni, Juli dan Agustus adalah bulan-bulan di mana para Kepala SD di Satuan Unit Kerja SD Megawon, SD Ngembal Kulon dan SD Tumpangkrasak disibukkan dengan tugas baru yaitu menyusun konsep EDS/M (Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah). Latihan penyusunan laporan EDS dilaksanakan secara marathon bergantian tempat di lokasi sekolah SD inti dan SD non inti. Kegiatan pelatihan ini didampingi langsung oleh Pengawas TK/SD Ibu Elizabeth Susilowati, S.Pd M.M dan Bapak Sulaiman, S.Pd M.Pd. Dalam kegiatan pelatihan ini juga dihadiri oleh pembina dari LPMP Jawa Tengah.


Rabu, 03 Agustus 2011

Jadwal Imsakiyah Ramadhan 1432 H

Berikut adalah Jadwal Imsakiyah Ramadhan 1432 H/2011 M untuk daerah Semarang dan sekitarnya. Untuk daerah lain menyesuaikan. Jadwal imsakiyah ini diterbitkan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah. Klik target untuk memperbesar gambar!

Jumat, 01 Juli 2011

Rekreasi Siswa SD 3 Megawon ke Wahana Bahari Lamongan

Pada tanggal 23 Mei 2011, siswa-siswi kelas 5 dan kelas 6 SD 3 Megawon mengadakan rekreasi ke Wahana Bahari Lamongan dan Goa Maharani yang lokasinya terletak di Kabupaten Lamongan.



Selasa, 10 Mei 2011

Video Pembelajaran IPA Kelas 4 Energi dan Perubahannya

Video pembelajaran IPA untuk peserta didik SD/MI kelas 4 yang membahas tentang Energi dan Perubahannya. Video ini juga dapat dijadikan sebagai acuan bagi bapak atau ibu guru dalam menjelaskan tentang perubahan energi terutama dalam menjelaskan tentang energi alternatif. Semoga bermanfaat bagi dunia pendidikan di Indonesia.

Minggu, 01 Mei 2011

Peringatan Hari Kartini Tahun 2011

Berhubung banyak kesibukan dan tugas-tugas di sekolah. Maka posting kegiatan peringatan Hari Kartini SD 3 Megawon Tahun 2011 baru bisa dilaksanakan sekarang. Kegiatan sekolah dalam rangka peringatan hari Kartini di SD 3 Megawon berlangsung dengan meriah. Setelah pelaksanaan kegiatan upacara peringatan hari Kartini, acara dilanjutkan dengan pelaksanaan lomba-lomba antar kelas. Diantaranya Lomba Putri Luwes Semampai, Lomba Lelananging Jagat, Lomba Kangmas dan Mbakyu serta Lomba Menyanyi.






































Senin, 25 April 2011

Teori Belajar Bermakna dari David Paul Ausubel

Teori pembelajaran Ausubel merupakan salah satu dari sekian banyaknya teori pembelajaran yang menjadi dasar dalam cooperative learning. David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari siswa mestilah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.


Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Cara pembelajaran bermakna dengan menggunakan Peta Konsep :

  1. Pilih suatu bacaan dari buku pelajaran
  2. Tentukan konsep-konsep yang relevan
  3. Urutkan konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif atau contoh-contoh.
  4. Susun konsep-konsep tersebut di atas kertas mulai dari konsep yang paling inklusif di puncak konsep ke konsep yang tidak inklusif di bawah.
  5. Hubungkan konsep-konsep ini dengan kata-kata penghubung sehingga menjadi sebuah peta konsep.


Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat relajar.


Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam sekema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat memperkembangkan skema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari sendiri. Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivisme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.


Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa.


Langkah-langkah yang biasanya dilakukan guru untuk menerapkan belajar bermakna Ausubel adalah sebagai berikut: Advance organizer, Progressive differensial, integrative reconciliation, dan consolidation. Empat type belajar menurut Ausubel , yaitu:

  1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menmukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
  2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
  3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki.
  4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir , kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah ia miliki.
(Edited by: Edi B Mulyana S.Pd SD)