TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA. KOMENTAR ANDA MERUPAKAN KEHORMATAN BAGI KAMI.
Komentar, masukan, ide, dan gagasan Anda sangat kami butuhkan di sini. Demi majunya kegiatan belajar mengajar SD kami. Utamanya untuk meningkatkan prestasi belajar para peserta didik kami. Salam untuk orang-orang yang dekat di hati Anda. Mari bersama kita tingkatkan mutu pendidikan di Indonesia!

Senin, 29 Agustus 2011

Teori Belajar Van Hiele (Teorema Van Hiele)

Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele (hidup di tahun 1954), yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental peserta didik dalam geometri. Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri. Hasil penelitiannya itu, yang dirumuskan dalam disertasinya, diperoleh dari kegiatan tanya jawab dan pengamatan.

Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran yang diterapkan, jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir peserta didik kepada tingkatan berfikir yang lebih tinggi.

Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar peserta didik dalam belajar geometri, yaitu: tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap akurasi. Tahapan tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

  1. Tahap Pengenalan (Visualisasi) Dalam tahap ini peserta didik mulai belajar mengenai suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dan bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada seorang peserta didik diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus tersebut. Ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan bujursangkar, bahwa sisinya ada 6 buah, rusuknya ada 12 dan lain-lain.
  2. Tahap Analisis Pada tahap ini peserta didik sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu. Misalnya ketika ia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat dua pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. Dalam tahap ini peserta didik belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. Misalnya, peserta didik belum mengetahui bahwa bujursangkar adalah persegi, bahwa bujursangkar adalah belah ketupat dan sebagainya.
  3. Tahap Pengurutan (Deduksi Informal) Pada tahap ini peserta didik sudah mampu melakspeserta didikan penarikan kesimpulan yang kita kenal dengan sebutan berpikiur deduktif. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui adalah peserta didik pada tahap ini sudah mulai mampu mengurutkan. Misalnya, ia sudah mengenali bahwa bujur sangkar adalah jajar genjang, bahwa belah ketupat adalah laying-layang. Demikian pula pada pengenalan benda-benda ruang, peserta didik-peserta didik memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk bujursangkar. Pola pikir peserta didik pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama panjang. Peserta didik mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga yang kongruen.
  4. Tahap Deduksi Dalam tahap ini peserta didik sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsure-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsure-unsur yang didefinisikan. Misalnya, peserta didik sudah mulai memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini peserta didik sudah mulai mampu menggunakan aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian. Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti postulat sudut-sudut-sudut, sisi-sisi-sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara-cara pembuktian dua segitiga yang sama dan sebangun (kongruen).
  5. Tahap Akurasi Dalam tahap ini peserta didik sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dan prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, rumit dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika beberapa peserta didik, meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berfikir ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan isi komentar, bebas tapi sopan!