TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA. KOMENTAR ANDA MERUPAKAN KEHORMATAN BAGI KAMI.
Komentar, masukan, ide, dan gagasan Anda sangat kami butuhkan di sini. Demi majunya kegiatan belajar mengajar SD kami. Utamanya untuk meningkatkan prestasi belajar para peserta didik kami. Salam untuk orang-orang yang dekat di hati Anda. Mari bersama kita tingkatkan mutu pendidikan di Indonesia!

Rabu, 24 Maret 2010

Mengajar Matematika Ala Jepang


Di TV NHK (Nippon Housou Kyoukai) ada acara yang bernama `waku-waku jugyou, watashi no oshiekata` yang kira-kira artinya `kelas yang menyenangkan` , metode mengajar saya` Acara ini menyajikan metode mengajar yang unik para guru di Jepang. yang sering ditampilkan adalah pembelajaran matematika dan sains. Pembelajaran matematika, terutama di SD dan SMP di Jepang sangat menarik, guru-guru selalu menyiapkan bahan belajar yang sangat sederhana, misalnya kertas, gunting, jepitan pakaian, atau bahan lain yg gampang sekali ditemukan. Misalnya seorang guru di SD affiliation Tsukuba University mengajar anak kelas 5 SD bilangan berderet dengan bahan kertas dan gunting. Dengan prinsip `melipat dan menggunting` anak-anak belajar bilangan berderet secara menyenangkan.

Caranya : Kertas berukuran A4 dilipat memanjang sebanyak dua kali, kemudian digunting mengikuti lipatannya sehingga menjadi 4 potongan kertas memanjang. Selanjutnya kertas pertama dilipat melebar 1 kali lalu digunting. Jadi, dengan melipat 1 kali dan menggunting 1 kali, akan dihasilkan 2 potongan kertas baru. Bagaimana kalau dilipat 2 kali, kemudian gunting di lipatan yang terakhir ? Berapa potongan kertas baru yang akan dihasilkan ? Yup, hasilnya 3 potongan kertas baru. Jadi sudah terbentuk deret bilangan 0, 2, 3. Selanjutnya kalau dilipat 3 kali lalu digunting, berapa potongan kertas yang akan dihasilkan ? Sebelum mempraktekkannya, Pak Guru terlebih dahulu menanyai para siswa. Sebagian besar siswa menjawab 5, sebagian yang lain menjawab 6. Mengapa menjawab 5, mengapa menjawab 6, semuanya diminta untuk menjelaskan alasannya.

Papan tulis pun penuh dengan coretan dan ilustrasi anak-anak. Yang menarik guru sama sekali tidak menggurui dengan memberitahukan jawabannya secara langsung, tetapi seakan-akan beliau tidak tahu, dan meminta siswa untuk menjelaskan. Melalui cara ini, saya dapat menangkap bahwa anak-anak Jepang sangat kaya ide. Pepatah `banyak jalan menuju Roma` berlaku di sini. Dan Pak Guru sama sekali tidak pernah mengatakan `salah`, yang dia ucapkan malah kalimat `naruhodo`, yang artinya `Oh, saya baru tahu ! Kalimat ini menurut saya membangkitkan suatu kebanggaan tersendiri bagi seorang anak. Suatu pujian yang bisa diartikan `kamu bisa, nak !` Ada 3 prinsip mengajar guru-guru di Jepang, yaitu
1. tanoshii jugyou (kelas harus menyenangkan)
2. wakaru ko (anak harus mengerti)
3. dekiru ko (anak harus bisa)

Melalui model pembelajaran seperti itu, kita dapat melihat bagaimana anak-anak di Jepang diajari untuk menganalisa sebuah permasalahan, atau menemukan pemecahannya, tanpa dijejali dengan rumus itu rumus ini. Mereka baru diajari rumus /teori belakangan, setelah mereka paham asal-usul sebuah teori, dan bisa menggunakannya di kehidupan sehari-hari. Mereka juga tidak diajari banyak hal, sedikit saja yang penting mengerti.

Oleh karenanya guru-guru Jepang apabila berkunjung di SD sangat kaget ketika mengetahui anak-anak SD kelas 1 di Indonesia sudah belajar bilangan sampai 100. Pasti mereka akan kaget lagi kalau dikatakan bahwa di Indonesia sudah belajar perkalian hingga 10 x 10 waktu di TK. Maksudnya, menghafalnya, tanpa mengerti kenapa 1 x 1 = 1. Contoh sederhananya: apa ya bedanya 1×3 dan 3×1? Awalnya anak-anak menjawab sama aja; hasilnya 3. Benar, memang sama hasilnya. Tapi, hati-hati konsepnya berbeda. Kenapa? siapa yang pernah sakit? Setiap manusia pasti pernah sakit. Kalau sudah sakit, pergi ke dokter. Nah, coba perhatikan.. .. dalam kotak pembungkus obat berapa dosis yang ditulis dokter? 1×3 atau 3×1 (jika harus minum 3 kali)? Pasti dokter menuliskannya 3×1, jarang atau bahkan tidak ada yang 1×3. Alasannya, jika kita harus minum obat 3 kali jika dokter nulis 3×1 berarti minumlah 1 table pagi, 1 tablet siang, dan 1 tablet malam (atau bisa ganti dengan sendok teh untuk obat sirup). coba kalau dokter nulisnya 1×3, maka sang pasing disuruh minum obat 3 tablet sekaligus (3 tablet pagi saja) bisa pingsan! Itulah bedanya 1×3 dan 3×1 meski hasilnya sama. Sumber: http://ndal.wordpress.com. (Penulis : Edi Mulyono, S. Pd Guru Kelas 4 SD 3 Megawon)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan isi komentar, bebas tapi sopan!