TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA. KOMENTAR ANDA MERUPAKAN KEHORMATAN BAGI KAMI.
Komentar, masukan, ide, dan gagasan Anda sangat kami butuhkan di sini. Demi majunya kegiatan belajar mengajar SD kami. Utamanya untuk meningkatkan prestasi belajar para peserta didik kami. Salam untuk orang-orang yang dekat di hati Anda. Mari bersama kita tingkatkan mutu pendidikan di Indonesia!

Selasa, 23 Maret 2010

Mengatasi Rasa Takut Pada Matematika



Rasa takut terhadap pelajaran matematika sering kali menghinggapi perasaan para siswa di sekolah mulai dari tingkat SD sampai dengan SMA. Padahal, matematika itu bukan pelajaran yang sulit, bahkan cenderung mengasyikkan. Hal ini dituturkan oleh Ibu Sri Tani Guru Kelas V SD 3 Megawon di sela-sela acara istirahat jam pertama di Ruang Guru. Beliau menegaskan bahwa setiap orang bisa bermatematika. Masalah fobia matematika kerap dianggap sangat krusial jika dibandingkan bidang studi lainnya karena sejak SD bahkan TK, siswa sudah diajarkan matematika.

Menurut Ibu Sri Tani, penyebab fobia matematika di antaranya mencakup penekanan belebihan pada penghafalan semata, penekanan pada kecepatan atau berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi dalam proses belajar-mengajar matematika, dan penekanan berlebihan pada prestasi individu. Karena itu, untuk mengatasi fobia matematika, peranan guru sangat penting. Parahnya, guru-guru matematika yang ada di Indonesia dinilai tidak peka dengan permasalahn fobia matematika di kalangan siswa. "Bagaimana mereka (guru-guru) peka jika banyak di antara mereka, yang jelas-jelas mengajar matematika, tetapi tidak memiliki background pendidikan di bidang matematika," katanya. Selain itu, guru-guru tersebut juga tidak mengetahui bahwa proses terpenting dalam bermatematika adalah nalar bukan kemampuan berhitung.

"Ini yang salah, guru-guru selalu menganggap bahwa orang yang tidak bisa berhitung, tidak bisa matematika. Padahal, semua orang bisa matematika. Jadi salah jika orang yang berbakat dalam matematika adalah orang yang terampil berhitung," katanya. Karena begitu pentingnya peranan guru dalam mengatasi fobia matematika, maka pengajaran matematika pun harus dirubah. Jika sebelumnya, pengajaran matematika berfokus pada hitungan aritmatika belaka maka saat ini, kata Ibu Sri Tani, guru-guru harus meningkatkan kemampuan siswa dalam bernalar. Selain itu, pengajaran matematika juga harus berfokus kepada anak. Dijelaskan Ibu Sri Tani, hal ini dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan alat peraga konkret sederhana untuk mengenalkan gagasan matematika dan menghubungkan gagasan tersebut dengan kehidupan sehari-hari.

Ditegaskannya, bahwa matematika bukan hanya sekadar aktivitas penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian karena bermatematika di zaman sekarang harus aplikatif dengan kebutuhan hidup modern. Karena itu, secara content, matematika bukan lagi sekadar arithmetic tetapi beragam jenis topik dan persoalan yang lekat dengan kehidupan sehari-hari. Dari aspek psikologi, menurut Ibu Sri Lestari Kepala SD 3 Megawon, peranan orang tua pun sangat dibutuhkan untuk mengatasi fobia matematika itu.

Menurutnya, mengajar matematika bukan sekadar mengenal angka dan menghapalnya namun bagaimana anak memahami makna bermatematika. Konsekuensinya, kata Ibu Sri Lestari, orang tua harus memberi kesempatan anak untuk bereksplorasi, observasi dalam keadaan rileks. Para orang tua tidak perlu khawatir dengan kemampuan matematika para putra-putri mereka. Yang paling penting dalam menumbuhkan cinta anak pada matematika adalah terbiasanya anak menemukan konsep matematika melalui permainan dalam suasana santai di rumah dalam rangka mempersiapkan masa depan anak. "Jika anak sering menemukan orang tua menggunakan konsep matematika, anak akan menangkap informasi tersebut dan akan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti, pengaturan uang saku dan tabungan hingga pengaturan jadwal kereta api atau penerbangan," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan isi komentar, bebas tapi sopan!